Selasa, 07 November 2017

Filsafat Penelitian



Penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan keilmuan. Pada suatu penelitian, unsur kecermatan dan langkah yang sistematis memegang peranan yang penting. Hal tersebut banyak membantu dalam upaya untuk menemukan suatu fenomena baru, teori baru, prototipe, uji diagnostik baru atau merevisi/mengoreksi fenomena yang sudah ada ataupun teori yang sudah ada serta uji diagnostik yang sudah ada (Kuntoro, 2006).
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang penelitian, maka sebaiknya kita mempelajari filosofi dari penelitian itu sendiri. Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia (=persahabatan, cinta dan sebagainya) dan sophia (=kebijaksanaan), sehingga philosophia berarti seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Sejajar dengan kata filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam maknanya yang cukup luas dan sering digunakan oleh semua kalangan.
Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy yang juga berarti filsafat yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Unsur pembentuk kata ini adalah kata philos dan sophos. Philos bermakna gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada konsep aktivitas awal yang disebut pseudo ilmiah dalam kajian ilmu.
Penelitan berasal dari kata teliti yang artinya mempelajari sesuatu secara teliti dan mendalam. Kegiatan ”meneliti” dan mencoba dengan kemungkinan gagal (trial and error). Dalam bahasa Inggris penelitian dikenal dengan istilah research. Definisi research adalah: systematic investigation to establish facts atau a search for knowledge. Jadi titik tekan suatu penelitian adalah menemukan secara sistematis fakta untuk menyusun pengetahuan. Fakta artinya “a concept whose truth can be proved”, suatu konsep yang membuktikan suatu kebenaran. Sedangkan pengetahuan artinya “the psychological result of perception and learning and reasoning”, buah dari persepsi, belajar dan pertimbangan yang sehat secara akal budi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan penelitian adalah proses mencari bukti kebenaran lewat persepsi, belajar dan berfikir sehingga tertanamlah dalam jiwa kita suatu keyakinan yang kuat.
Penelitian ilmiah adalah suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur yang sistematis, logis, dan empiris sehingga akan ditemukan suatu kebenaran. Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran atau pengetahuan ilmiah, Penelitian ilmiah yang selanjutnya disebut penelitian atau riset (research) memiliki ciri sistematis, logis, dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut. Logis artinya menggunakan prinsip yang dapat diterima akal. Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan. Jadi penelitian adalah proses yang sistematis, logis, dan empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa filsafat penelitian ilmiah merupakan cara kerja pikiran untuk mengkaji, mencari, menyelidiki, menemukan dan menghasilkan sesuatu dari hal yang bersifat abstrak menjadi pengetahuan dan ilmu berupa konsep atau teori. Filsafat penelitian ilmiah merupakan cara kerja pikiran karena dalam menganalisis masalah yang ingin dicarikan solusi, bermula dari kegelisahan manusia untuk mengenali masalah yang dialaminya. Secara sadar atau tidak, setiap manusia yang mengalami masalah akan bereaksi terhadap masalah tersebut untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang dihadapinya. Pencarian itu akan berakhir, jika manusia telah mendapatkan jawaban. Jawaban inilah yang akan membuat pikiran mereka dan hati mereka merasakan kedamaian dan kepuasan.
Filsafat penelitian merupakan upaya mengkaji, mencari, dan menyelidiki masalah yang dihadapi. Proses ini berupaya memaknai masalah secara empiris dan melakukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan jawaban yang paling tepat untuk memahami permasalahan yang dihadapi. Filsafat penelitian merupakan upaya menghasilkan konsep atau teori yang merupakan perwujudan dari penyelesaian masalah. Konsep yang dihasilkan tentunya berakar dari masalah yang dihadapi. Konsep inilah tujuan akhir dari proses berpikir manusia. Konsep ini juga yang dapat diterapkan dalam penelitian berikutnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Filsafat penelitian bersifat universal. Konsep penelitian tidak hanya digunakan oleh disiplin ilmu tertentu, namun digunakan untuk semua disiplin ilmu. Penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu objek tertentu, tentunya berbeda jika diterapkan pada objek yang lain. Penjabaran tujuan penelitian inilah yang membuat cara kerja dan hasil dari penelitian berbeda.
Penelitian ilmiah menuntut penelitinya untuk berpikir dan memahami persoalan yang ditelitinya. Proses ini mengarahkan peneliti untuk berfikir, menalar, memberikan definisi, dan asumsi (Sugiyono, 2010). Proses ini juga mengarahkan peneliti untuk tidak mudah percaya begitu saja terhadap apa yang dilihat sebelum dilakukan berbagai uji dan analisis untuk menganalisis masalah tersebut. Konsep berpikir, nalar dan kecerdasan dalam pemaknaan filsafat penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Berpikir
Berpikir adalah proses mental yang memungkinkan manusia untuk menghadapi kehidupan sehingga dapat menghadapinya secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan manusia. Berpikir adalah peningkatan fungsi kognitif dan analisis proses berpikir merupakan bagian dari psikologi kognitif. Berpikir adalah kegiatan penalaran untuk mengeskplorasi pengalaman dengan suatu maksud tertentu. Berpikir adalah sumber segala pengetahuan, pengetahuan yang dihasilkan memberikan umpan balik pada proses berpikir, sehingga ada interaksi antara proses berpikir dan pengetahuan. Taraf berpikir menentukan tingkat pengetahuan, sebaliknya tingkat pengetahuan menentukan taraf berpikir.
Proses berfikir yang ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manifestasinya adalah mempertimbangkan merenungkan, menganalisis, menunjukkan alasan, membuktikan sesuatu, menggolongkan, membandingkan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan fikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan sebagainya. Berpikir merupakan suatu bentuk kegiatan akal atau rasio manusia dimana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Pada aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau ketepatan pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika yang disebut berpikir logis.

2.      Nalar
Nalar (reason) ialah daya atau bakat memahami dan menarik kesimpulan. Dengan nalar, orang dapat menyajikan gagasan atau pendapat secara tertib, teratur, berurut, dan mengikuti struktur yang mantik (logic). Mantik (logic) ialah kajian tentang metode dan asas yang digunakan membedakan penalaran baik atau benar dengan yang buruk atau tidak benar. Dengan nalar, ilmu dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan atau kejadian.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun (2009), Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk dasar penalaran, yaitu deduktif dan induktif yang dijabarkan sebagai berikut:
a.      Deduksi
Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan menjadi contoh kongkrit atau fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut. Metode deduktif berpangkal pada suatu pendapat umum berupa teori, hukum, atau kaidah dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus atau dalam menarik suatu kesimpulan.
Deduksi bertujuan untuk kesahihan (validity) pendapat atau kesimpulan, dan bukan kebenarannya. Akan tetapi penelitian yang semata-mata didasarkan atas penalaran deduktif kurang subur, karena tidak dapat dibawa ke pembentukan pendapat atau teori baru.
b.      Induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berfikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Metode induktif berpangkal pada sejumlah data empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori, atau kaidah yang berlaku umum. Hukum yang disimpulkan pada fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berfikir induktif. Kesahihan pendapat induktif ditentukan secara mutlak oleh kebenaran fakta yang dijadikan pangkal penalaran. Induksi dapat membuka peluang menciptakan teori baru. Kelebihan dari metode induktif adalah sebagai berikut:
1.       Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks yang terdapat dalam data.
2.       Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
3.       Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lainnya.
4.       Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan.
5.       Metode induktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.
Penggabungan deduksi dan induksi menjadi satu kesatuan struktur penalaran yang akan diperoleh hasil yang lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme. Agar pemikiran dan penalaran kita dapat berdayaguna dengan membuahkan kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 (tiga) syarat pokok yang harus dipenuhi: 1) pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat, dan 3) jalan pikiran haruslah logis.


3.      Kecerdasan
Bagian terpenting berpikir adalah kecerdasan mengupas (critical intelegence). Kecerdasan ini membentuk gagasan dasar atau konsep yang dterapkan pada data untuk memberikan arti kepada data yang diteliti. Data yang telah diberi arti diolah menjadi gagasan dasar. Proses umpan balik ini berlangsung terus sampai terbentuk pola berpikir yang mantap didalam otak. Pola berpikir membuat putusan yang diwujudkan menjadi tindakan. Pola ini memiliki mekanisme umpan balik dari keluaran menjadi masukan kembali yang mengatur keluaran berikutnya disebut proses sibernetik. Lingkungan sebagai sumber data merupakan kenyataan yang bulat.
Pola berfikir mengupas terbentuknya berdasarkan: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi adalah suatu ilmu yang melakukan analisis filsafat tentang kenyataan atau kewujudan yang berkaitan dengan hakekat “ada”. Epistemologi adalah suatu teori tentang pengetahuan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan dan metode keilmuan. Aksiologi adalah suatu teori tentang nilai dan makna. Pada penelitian ontologi membahas hal apa yang ingin diketahui, epistemologi membahas bagaimana memperoleh pengetahuan yang diinginkan, dan aksiologi membahas mengenai nilai dan makna (manfaat) pengetahuan tersebut.


FILSAFAT ≈ BERPIKIR
Pada dasarnya berfikir merupakan tumpuan dari filsafat, yang memberikan sinar dan air bagi filsafat. Kemampuan manusia dalam berfikir memang luar biasa, tetapi harus tetap kepada batasan normal, dimana yang memang seharusnya. Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang Tuhan (akhirat), tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dan sebagainya. Semua selalu dikembalikan pada ke-4 bidang induk: 1) filsafat tentang pengetahuan; obyek materialnya; pengetahuan (episteme) dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; 2) filsafat tentang keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan); 3) filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan, obyek material, kebaikan dan keindahan, etika; dan estetika; 4) sejarah filsafat menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat. Ciri pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah asasi. Kemudian Kattsoff (2004), menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.       Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2.       Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3.       Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.       Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5.       Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensif. Terkait kegiatan kita sebagai dokter, maka kita juga dituntut untuk berpikir filsafat, yaitu memikirkan masalah kesehatan secara kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensif.
Rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di sekitar kita merupakan kodrat yang melekat pada diri manusia sehingga manusia selalu berusaha menjelajah dan menggali apa pun yang ada disekitarnya. Penjelajahan dan penggalian ini akan dihadapkan pada permasalahan yang berkesinambungan, masalah satu selesai akan muncul masalah yang lain yang tak kalah rumitnya. Dalam konteks tersebut, maka muncul berbagai cara untuk memecahkannya dan salah satu cara untuk memecahkannya adalah dengan menggunakan cara berpikir ilmiah. Penggunaan cara-cara ilmiah dalam sebuah aktivitas untuk menjawab rasa ingin tahu, tidak saja memperhatikan kebenaran ilmiah (scientific truth), akan tetapi juga mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu cara tersebut lazimnya disebut penelitian ilmiah atau disebut dengan metode ilmiah melalui prosedur sistematis, terkontrol, empiris dan kritis.
Penelitian merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan metodis terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar kita untuk direkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran. Kebenaran merujuk pada keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat (Maleong, 2004).
Penelitian menghasilkan pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, membentuk persepsi jelas tentang kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan berdasarkan rujukan kebenaran atau hukum. Jujun (2009), mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan.
Setiap kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan selalu berlandaskan filosofi. Hakikat filosofi adalah kebenaran yang diperoleh melalui berpikir logis, sistematis, metodis. Proses berpikir manusia normal mempunyai urutan sebagai berikut: (Dewey, 1933 dalam Paul, 2008):
1.       Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
2.       Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
3.       Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa perkiraan, hipotesis, inferensi atau teori.
4.       Ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti atau data.
5.       Menguatkan pembuktian tentang ide dan menyimpulkan baik melalui keterangan ataupun percobaan.
6.       Memberikan suatu pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir secara logis (nalar) mempunyai kriteria: ada unsur logis dan unsur analitis.
Sementara kebenaran itu menurut Bungin (2007) adalah kenyataan apa adanya yang sesuai dengan logika sehat. Kebenaran juga sekaligus menjadi tujuan pengembangan ilmu pengetahuan karena bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Lebih jauh Bungin menyatakan bahwa berpikir logis adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan bebas sedalam-dalamnya sampai ke dasar permasalahan untuk mengungkapkan kebenaran. Sistematis adalah berpikir dan berbuat yang bersistem, yaitu runtun, berurutan, tidak tumpang tindih. Metodis adalah berpikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui menurut penalaran.
Terdapat 2 (dua) macam proses yang dapat digunakan untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Proses yang pertama dinamakan berpikir kritis rasional dan proses yang kedua adalah penelitian ilmiah (scientific research) atau lazimnya disebut metode ilmiah. Proses berpikir kritis rasional merupakan cara perburuan kebenaran melalui beragam pendekatan imiah. Secara sadar atau tidak, cara berpikir kiritis-rasional adalah asal mula gagasan mengenai proses penelitian ilmiah (Bungin, 2007).


A.     Berpikir kritis rasional
Akal budi manusia memberi konsekuensi terhadap kemampuan manusia untuk berpikir. Karena itu berpikir adalah salah satu aktivitas bathiniah manusia. Dengan demikian, akal akan menuntun manusia untuk berpikir. Berpikir sesungguhnya menggunakan proses untuk menghubungkan satu hal dengan hal lainnya, menggunakan objek berpikir dan menghubungkan dengan objek lainnya, membuat tesa dan mengkajinya dengan antitesa, kemudian menghasilkan tesis, maka proses ini dinamakan proses berpikir kritis rasional. Terdapat 2 (dua) jalan yang dapat ditempuh dalam menggunakan cara berpikir rasional untuk menemukan kebenaran atau pengetahuan: berpikir analitis dan berpikir sintesis.
http://web-suplemen.ut.ac.id/html/suplemen/ekma5104/EKMA_5104/menu%201/1.1.1_berpikir%20kritis_files/image002.jpg
(Bungin, 2007)
Gambar 1.1
Perbedaan Proses Berpikir Analitis dan Berpikir Sintesis

1)     Berpikir analitis
Berpikir analitis dinamakan pula berpikir deduktif. Berpikir analitis dilakukan dengan membangun pola pikir dengan cara bertolak dari hal yang bersifat umum dari pengetahuan, teori, hukum, dalil kemudian membentuk proposisi dalam silogisme tertentu.
Proses berpikir deduktif adalah suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Proses berpikir deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disusun dari dua buah pernyataan serta sebuah kesimpulan (silogisme). Ketepatan menarik kesimpulan dalam proses berpikir deduktif tergantung dari tiga hal, yaitu: (a) kebenaran premis mayor; (b) kebenaran premis minor; (c) kebenaran penarikan kesimpulan.
Semua pengetahuan yang telah dibuktikan kebenarannya secara deduktif tetap benar apabila postulat dan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya dianggap berlaku. Meskipun demikian, mungkin juga pengambilan kesimpulan itu bisa salah.
2)       Berpikir sintesis
Berpikir sintesis berangkat dari fakta, data, kasus individual, atau pengetahuan yang bersifat khusus, menuju pada konklusi yang umum. Berpikir sintesis dinamakan pula berpikir induktif.
Proses berpikir induktif adalah suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat khusus (individual). Proses berpikir induktif dimulai dari pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas, dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir induktif merupakan esensi dari beragam fakta yang dikumpulkan.
Proses berpikir induktif memungkinkan penyusunan pengetahuan secara sistematis, yang mengarah kepada beberapa pernyataan yang bersifat fundamental. Suatu pengetahuan harus diyakini kebenarannya melalui dua tahap keyakinan, yaitu keyakinan karena tahu (know) dan keyakinan karena pengalaman (empirical).

B.     Penelitian ilmiah
Pada perkembangannya, orang memadukan cara berpikir deduktif dengan cara induktif yang kemudian melahirkan cara berpikir yang disebut berpikir refleksi (reflective thinking). Cara berpikir semacam ini mengambil ruang diantara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Proses berpikir ini diperkenalkan oleh John Dewey dalam Bungin (2007) ini melalui 6 (enam) langkah berikut ini:
1.       The felt need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seseorang merasakan adanya sesuatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha memenuhi kebutuhan tersebut.
2.       The problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap pertama selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut: yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya, serta bagaimana pemecahannya.
3.       The hyphothesis, yaitu menyusun hipotesis. Mencoba memecahkan masalah sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
4.       Collection of data as avidence, yaitu merekam data untuk pembuktian. Suatu kegiatan merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Sebagai konsekuensinya orang membutuhkan informasi dan berbagai data untuk kebutuhan tersebut. Kemudian data ini dihubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu yang sebelumnya telah dirumuskan.
5.       Concluding belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan yang diyakini mengandung kebenaran.
6.       General value of the conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu, maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya, tetapi berlaku umum untuk kasus yang lain, ditempat lain, dengan kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Proses maupun hasil berikir refleksi tersebut, kemudian menjadi populer pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Penelitian sebagai operasional berpikir ilmiah dapat dimulai dengan penggabungan antara berpikir deduktif dengan berpikir induktif yang selaras dengan tujuan dan kegunaannya.
Menurut Kerlinger (2003) dalam Sukardi (2009), sejalan dengan pengertian bahwa penelitian ilmiah adalah penyelidikan yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis tentang fenomena alami dengan dipandu oleh teori dan hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antara fenomena itu. Penelitian dapat pula disebut sebagai upaya untuk mendeskripsikan, memahami, mengendalikan dan memprediksi fenomena yang ada di sekitar manusia. Kegiatan penelitian senantiasa bersilang tindak dengan teori. Penelitian yang baik akan menguji teori (teori ilmu) dan mengembangkan sebatas keleluasaan dan cakupan ilmu di lapangan (ranah kajian ilmu).