Penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang bermanfaat
dalam pengembangan keilmuan. Pada suatu penelitian, unsur kecermatan dan langkah
yang sistematis memegang peranan yang penting. Hal tersebut banyak membantu
dalam upaya untuk menemukan suatu fenomena baru, teori baru, prototipe, uji
diagnostik baru atau merevisi/mengoreksi fenomena yang sudah ada ataupun teori yang sudah ada serta uji diagnostik yang sudah
ada (Kuntoro, 2006).
Sebelum
mempelajari lebih jauh tentang penelitian, maka sebaiknya kita mempelajari
filosofi dari penelitian itu sendiri. Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa, kata ini merupakan kata majemuk dan
berasal dari kata-kata philia
(=persahabatan, cinta dan sebagainya) dan sophia
(=kebijaksanaan), sehingga philosophia
berarti seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Sejajar dengan kata
filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam maknanya yang cukup
luas dan sering digunakan oleh semua kalangan.
Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy yang juga berarti filsafat
yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Unsur pembentuk kata ini
adalah kata philos dan sophos. Philos bermakna gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu
filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama,
pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian
pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang
bertumpu pangkal pada konsep aktivitas awal yang disebut pseudo ilmiah dalam kajian ilmu.
Penelitan berasal dari kata teliti yang artinya mempelajari sesuatu secara
teliti dan mendalam. Kegiatan ”meneliti” dan mencoba dengan kemungkinan gagal (trial and error). Dalam bahasa Inggris
penelitian dikenal dengan istilah research.
Definisi research adalah: systematic investigation to establish facts atau a search for knowledge. Jadi titik
tekan suatu penelitian adalah menemukan secara sistematis fakta untuk menyusun
pengetahuan. Fakta artinya “a concept
whose truth can be proved”, suatu konsep yang membuktikan suatu kebenaran.
Sedangkan pengetahuan artinya “the
psychological result of perception and learning and reasoning”, buah dari
persepsi, belajar dan pertimbangan yang sehat secara akal budi. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan penelitian adalah proses mencari bukti
kebenaran lewat persepsi, belajar dan berfikir sehingga tertanamlah dalam jiwa
kita suatu keyakinan yang kuat.
Penelitian ilmiah adalah suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan
prosedur yang sistematis, logis, dan empiris sehingga akan ditemukan suatu
kebenaran. Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran atau pengetahuan ilmiah, Penelitian ilmiah yang selanjutnya disebut penelitian atau riset (research) memiliki ciri sistematis,
logis, dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang bersistem yakni
memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut.
Logis artinya menggunakan prinsip yang dapat diterima akal. Empiris artinya
berdasarkan realitas atau kenyataan. Jadi penelitian adalah proses yang
sistematis, logis, dan empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau pengetahuan
ilmiah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa filsafat penelitian
ilmiah merupakan cara kerja pikiran untuk mengkaji, mencari, menyelidiki,
menemukan dan menghasilkan sesuatu dari hal yang bersifat abstrak menjadi
pengetahuan dan ilmu berupa konsep atau teori. Filsafat penelitian ilmiah merupakan
cara kerja pikiran karena dalam menganalisis masalah yang ingin dicarikan
solusi, bermula dari kegelisahan manusia untuk mengenali masalah yang dialaminya.
Secara sadar atau tidak, setiap manusia yang mengalami masalah akan bereaksi
terhadap masalah tersebut untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang
dihadapinya. Pencarian itu akan berakhir, jika manusia telah mendapatkan
jawaban. Jawaban inilah yang akan membuat pikiran mereka dan hati mereka
merasakan kedamaian dan kepuasan.
Filsafat penelitian merupakan upaya mengkaji, mencari, dan menyelidiki
masalah yang dihadapi. Proses ini berupaya memaknai masalah secara empiris dan
melakukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan jawaban yang paling tepat
untuk memahami permasalahan yang dihadapi. Filsafat penelitian merupakan upaya
menghasilkan konsep atau teori yang merupakan perwujudan dari penyelesaian
masalah. Konsep yang dihasilkan tentunya berakar dari masalah yang dihadapi.
Konsep inilah tujuan akhir dari proses berpikir manusia. Konsep ini juga yang
dapat diterapkan dalam penelitian berikutnya untuk mendapatkan pengetahuan yang
baru. Filsafat penelitian bersifat universal. Konsep penelitian tidak hanya
digunakan oleh disiplin ilmu tertentu, namun digunakan untuk semua disiplin
ilmu. Penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu objek tertentu, tentunya
berbeda jika diterapkan pada objek yang lain. Penjabaran tujuan penelitian
inilah yang membuat cara kerja dan hasil dari penelitian berbeda.
Penelitian ilmiah menuntut penelitinya untuk berpikir dan memahami
persoalan yang ditelitinya. Proses ini mengarahkan peneliti untuk berfikir,
menalar, memberikan definisi, dan asumsi (Sugiyono, 2010). Proses ini juga
mengarahkan peneliti untuk tidak mudah percaya begitu saja terhadap apa yang
dilihat sebelum dilakukan berbagai uji dan analisis untuk menganalisis masalah
tersebut. Konsep berpikir, nalar dan
kecerdasan dalam pemaknaan filsafat penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Berpikir
Berpikir adalah proses mental yang
memungkinkan manusia untuk menghadapi kehidupan sehingga dapat menghadapinya
secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan manusia. Berpikir adalah peningkatan fungsi
kognitif dan analisis proses berpikir merupakan bagian dari psikologi kognitif. Berpikir adalah kegiatan penalaran untuk mengeskplorasi pengalaman dengan
suatu maksud tertentu. Berpikir adalah sumber
segala pengetahuan, pengetahuan yang dihasilkan memberikan umpan balik pada
proses berpikir, sehingga ada interaksi antara proses berpikir dan pengetahuan.
Taraf berpikir menentukan tingkat pengetahuan, sebaliknya tingkat pengetahuan
menentukan taraf berpikir.
Proses berfikir yang ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri
sendiri dalam batin dengan manifestasinya adalah mempertimbangkan merenungkan,
menganalisis, menunjukkan alasan, membuktikan sesuatu, menggolongkan,
membandingkan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan fikiran, mencari
kausalitasnya, membahas secara realitas dan sebagainya. Berpikir merupakan suatu
bentuk kegiatan akal atau rasio manusia dimana pengetahuan yang kita terima
melalui panca indera diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Pada
aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat
atau ketepatan pemikiran/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika
yang disebut berpikir logis.
2. Nalar
Nalar (reason) ialah daya atau bakat memahami dan
menarik kesimpulan. Dengan nalar, orang dapat menyajikan gagasan atau pendapat
secara tertib, teratur, berurut, dan mengikuti struktur yang mantik (logic). Mantik (logic) ialah kajian tentang metode dan asas yang digunakan
membedakan penalaran baik atau benar dengan yang buruk atau tidak benar. Dengan
nalar, ilmu dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan
atau kejadian.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi yang sejenis.
Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya
disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan
konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun (2009), Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir
penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir
logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola
tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya
merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Pada dasarnya ada 2 (dua) bentuk dasar penalaran, yaitu deduktif dan induktif
yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Deduksi
Metode deduktif adalah cara analisis dari
kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan menjadi contoh kongkrit atau
fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut. Metode deduktif berpangkal
pada suatu pendapat umum berupa teori, hukum, atau kaidah dalam menyusun suatu
penjelasan tentang suatu kejadian khusus atau dalam menarik suatu kesimpulan.
Deduksi
bertujuan untuk kesahihan (validity)
pendapat atau kesimpulan, dan bukan kebenarannya. Akan tetapi penelitian yang
semata-mata didasarkan atas penalaran deduktif kurang subur, karena tidak dapat
dibawa ke pembentukan pendapat atau teori baru.
b. Induktif
Metode berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berfikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Metode induktif berpangkal pada sejumlah data empiris
untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori, atau kaidah yang berlaku umum. Hukum
yang disimpulkan pada fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis
yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berfikir induktif. Kesahihan
pendapat induktif ditentukan secara mutlak oleh kebenaran fakta yang dijadikan
pangkal penalaran. Induksi dapat membuka peluang menciptakan teori baru. Kelebihan dari metode induktif adalah sebagai berikut:
1. Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks
yang terdapat dalam data.
2. Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti
dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
3. Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan
dapat membuat keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lainnya.
4. Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan.
5. Metode induktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagian dari struktur analitik.
Penggabungan deduksi dan
induksi menjadi satu kesatuan struktur penalaran yang akan diperoleh hasil yang
lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham
rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham
empirisme. Agar pemikiran dan penalaran kita dapat berdayaguna dengan
membuahkan kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 (tiga) syarat pokok
yang harus dipenuhi: 1) pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau
kebenaran, 2) alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat, dan 3) jalan
pikiran haruslah logis.
3. Kecerdasan
Bagian terpenting berpikir
adalah kecerdasan mengupas (critical
intelegence). Kecerdasan ini membentuk gagasan dasar atau konsep yang
dterapkan pada data untuk memberikan arti kepada data yang diteliti. Data yang
telah diberi arti diolah menjadi gagasan dasar. Proses umpan balik ini
berlangsung terus sampai terbentuk pola berpikir yang mantap didalam otak. Pola
berpikir membuat putusan yang diwujudkan menjadi tindakan. Pola ini memiliki
mekanisme umpan balik dari keluaran menjadi masukan kembali yang mengatur
keluaran berikutnya disebut proses sibernetik. Lingkungan sebagai sumber data
merupakan kenyataan yang bulat.
Pola berfikir mengupas
terbentuknya berdasarkan: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi
adalah suatu ilmu yang melakukan analisis filsafat tentang kenyataan atau kewujudan
yang berkaitan dengan hakekat “ada”. Epistemologi adalah suatu teori tentang
pengetahuan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan dan metode
keilmuan. Aksiologi adalah suatu teori tentang nilai dan makna. Pada penelitian
ontologi membahas hal apa yang ingin diketahui, epistemologi membahas bagaimana
memperoleh pengetahuan yang diinginkan, dan aksiologi membahas mengenai nilai
dan makna (manfaat) pengetahuan tersebut.
FILSAFAT ≈ BERPIKIR
Pada dasarnya berfikir merupakan tumpuan dari filsafat, yang memberikan sinar
dan air bagi filsafat. Kemampuan manusia dalam berfikir memang luar biasa,
tetapi harus tetap kepada batasan normal, dimana yang memang seharusnya. Timbulnya
filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam
perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks. Sekalipun
bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat “filsafat tentang”
sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang Tuhan (akhirat), tentang
kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dan sebagainya. Semua
selalu dikembalikan pada ke-4 bidang induk: 1) filsafat tentang pengetahuan;
obyek materialnya; pengetahuan (episteme)
dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; 2) filsafat tentang
keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan esensi
(hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang
manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan); 3) filsafat
tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan, obyek material,
kebaikan dan keindahan, etika; dan estetika; 4) sejarah filsafat menyangkut
dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam
filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat. Ciri pemikiran filsafat mengacu
pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum, persoalan
filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah asasi. Kemudian Kattsoff
(2004), menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.
Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2.
Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3.
Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.
Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5.
Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna
berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis, tertib,
rasional dan komprehensif. Terkait kegiatan kita sebagai dokter, maka kita juga
dituntut untuk berpikir filsafat, yaitu memikirkan masalah kesehatan secara
kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensif.
Rasa ingin tahu tentang segala
sesuatu yang ada di sekitar kita merupakan kodrat yang melekat pada diri
manusia sehingga manusia selalu berusaha menjelajah dan menggali apa pun yang ada
disekitarnya. Penjelajahan dan penggalian ini akan dihadapkan pada permasalahan
yang berkesinambungan, masalah satu selesai akan muncul masalah yang lain yang
tak kalah rumitnya. Dalam konteks tersebut, maka muncul berbagai cara untuk
memecahkannya dan salah satu cara untuk memecahkannya adalah dengan menggunakan cara berpikir ilmiah. Penggunaan cara-cara ilmiah dalam sebuah
aktivitas untuk menjawab rasa ingin tahu, tidak saja memperhatikan kebenaran
ilmiah (scientific truth),
akan tetapi juga mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu cara tersebut lazimnya disebut penelitian ilmiah atau
disebut dengan metode ilmiah melalui prosedur sistematis, terkontrol, empiris
dan kritis.
Penelitian merupakan proses
kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan metodis terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar kita untuk direkonstruksi guna
mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu
pengetahuan. Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau
lebih membenarkan kebenaran. Kebenaran merujuk pada keteraturan yang
menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat (Maleong, 2004).
Penelitian menghasilkan
pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan adalah keseluruhan
hal yang diketahui, membentuk persepsi jelas tentang kebenaran atau fakta. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang diatur dan diklasifikasikan secara
tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan berdasarkan rujukan kebenaran atau
hukum. Jujun
(2009), mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang diperoleh
dengan menerapkan metode keilmuan.
Setiap kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan selalu berlandaskan filosofi. Hakikat filosofi adalah kebenaran
yang diperoleh melalui berpikir logis, sistematis, metodis. Proses berpikir
manusia normal mempunyai urutan sebagai berikut: (Dewey, 1933
dalam Paul, 2008):
1.
Timbul rasa sulit, baik dalam
bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat ataupun dalam menerangkan
hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
2.
Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
3.
Timbul suatu kemungkinan
pemecahan yang berupa perkiraan, hipotesis, inferensi atau
teori.
4.
Ide pemecahan diuraikan secara
rasional melalui pembentukan implikasi dengan jalan mengumpulkan bukti atau data.
5.
Menguatkan pembuktian tentang ide
dan menyimpulkan baik melalui keterangan ataupun percobaan.
6.
Memberikan suatu pandangan ke
depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang untuk dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat.
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir secara logis (nalar) mempunyai kriteria:
ada unsur logis dan unsur analitis.
Sementara kebenaran itu menurut
Bungin (2007) adalah kenyataan apa adanya yang sesuai dengan logika sehat.
Kebenaran juga sekaligus menjadi tujuan pengembangan ilmu pengetahuan karena
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Lebih jauh Bungin menyatakan bahwa
berpikir logis adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu
pengetahuan dengan bebas sedalam-dalamnya sampai ke dasar permasalahan untuk mengungkapkan kebenaran. Sistematis adalah berpikir dan berbuat yang
bersistem, yaitu runtun, berurutan, tidak tumpang tindih. Metodis adalah
berpikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui menurut
penalaran.
Terdapat 2 (dua) macam proses yang dapat
digunakan untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Proses yang
pertama dinamakan berpikir kritis rasional dan proses yang kedua adalah
penelitian ilmiah (scientific research) atau lazimnya disebut metode
ilmiah. Proses berpikir kritis rasional merupakan cara
perburuan kebenaran melalui beragam pendekatan imiah. Secara sadar atau tidak,
cara berpikir kiritis-rasional adalah asal mula
gagasan mengenai proses penelitian ilmiah (Bungin, 2007).
A.
Berpikir kritis rasional
Akal budi manusia memberi
konsekuensi terhadap kemampuan manusia untuk berpikir. Karena itu berpikir
adalah salah satu aktivitas bathiniah manusia. Dengan demikian, akal
akan menuntun manusia untuk berpikir. Berpikir
sesungguhnya menggunakan proses untuk menghubungkan satu hal dengan hal
lainnya, menggunakan objek berpikir dan menghubungkan dengan objek lainnya,
membuat tesa dan mengkajinya dengan antitesa, kemudian menghasilkan tesis, maka proses ini dinamakan proses berpikir kritis rasional. Terdapat 2 (dua) jalan yang dapat ditempuh dalam menggunakan cara berpikir rasional untuk
menemukan kebenaran atau pengetahuan: berpikir analitis dan berpikir sintesis.
(Bungin, 2007)
Gambar 1.1
Perbedaan Proses Berpikir
Analitis dan Berpikir Sintesis
1) Berpikir analitis
Berpikir analitis dinamakan pula
berpikir deduktif. Berpikir analitis dilakukan dengan membangun pola pikir dengan
cara bertolak dari hal yang bersifat umum dari pengetahuan, teori, hukum,
dalil kemudian membentuk proposisi dalam silogisme tertentu.
Proses berpikir deduktif adalah
suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari
pernyataan yang bersifat umum. Proses berpikir deduktif biasanya menggunakan
pola berpikir yang disusun dari dua buah pernyataan serta sebuah kesimpulan
(silogisme). Ketepatan menarik kesimpulan dalam proses berpikir deduktif
tergantung dari tiga hal, yaitu: (a) kebenaran premis mayor; (b) kebenaran premis minor; (c) kebenaran penarikan kesimpulan.
Semua pengetahuan yang telah dibuktikan kebenarannya secara deduktif tetap
benar apabila postulat dan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya
dianggap berlaku. Meskipun demikian, mungkin juga pengambilan kesimpulan itu bisa salah.
2) Berpikir sintesis
Berpikir sintesis berangkat dari fakta, data, kasus individual, atau
pengetahuan yang bersifat khusus, menuju pada konklusi yang umum. Berpikir
sintesis dinamakan pula berpikir induktif.
Proses berpikir induktif adalah
suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus yang bersifat khusus (individual). Proses berpikir induktif dimulai dari
pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas, dan diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Pengetahuan yang dihasilkan dari proses
berpikir induktif merupakan esensi dari beragam fakta yang dikumpulkan.
Proses berpikir induktif
memungkinkan penyusunan pengetahuan secara sistematis, yang mengarah kepada
beberapa pernyataan yang bersifat fundamental. Suatu pengetahuan harus diyakini
kebenarannya melalui dua tahap keyakinan, yaitu keyakinan karena tahu (know) dan keyakinan karena
pengalaman (empirical).
B. Penelitian ilmiah
Pada perkembangannya, orang memadukan cara berpikir
deduktif dengan cara induktif yang kemudian melahirkan cara berpikir yang
disebut berpikir refleksi (reflective thinking). Cara berpikir semacam ini mengambil ruang diantara berpikir deduktif dan
berpikir induktif. Proses berpikir ini diperkenalkan oleh John Dewey dalam Bungin (2007) ini melalui 6 (enam) langkah berikut ini:
1. The felt need, yaitu adanya
suatu kebutuhan. Seseorang merasakan adanya
sesuatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut.
2. The problem, yaitu
menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap pertama selanjutnya
diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau
kebutuhan tersebut: yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana
bentuknya, serta bagaimana pemecahannya.
3. The hyphothesis, yaitu
menyusun hipotesis. Mencoba memecahkan masalah sesuai
dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya
sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut karena itu ia
hanya mampu berteori dan berhipotesis.
4. Collection of
data as avidence, yaitu merekam data untuk pembuktian. Suatu kegiatan merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Sebagai konsekuensinya
orang membutuhkan informasi dan berbagai data untuk kebutuhan tersebut.
Kemudian data ini dihubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu
sama lain, kegiatan ini disebut analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi
dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu yang sebelumnya
telah dirumuskan.
5. Concluding
belief,
yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka dibuatlah sebuah
kesimpulan, dimana kesimpulan yang diyakini mengandung kebenaran.
6. General value
of the conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi
dan isi kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis, tidak saja berwujud teori, konsep
dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu, maksudnya kasus yang telah
diuji hipotesisnya, tetapi berlaku umum untuk kasus yang lain, ditempat lain,
dengan kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk
masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun
hasil berikir refleksi tersebut, kemudian menjadi populer pada berbagai proses
ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian tahapan dalam berpikir
refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan
bobot ilmiah dari proses tersebut. Penelitian sebagai operasional
berpikir ilmiah dapat dimulai dengan penggabungan antara berpikir deduktif
dengan berpikir induktif yang selaras dengan tujuan dan kegunaannya.
Menurut Kerlinger (2003) dalam Sukardi (2009), sejalan dengan pengertian bahwa penelitian ilmiah adalah penyelidikan
yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis tentang fenomena alami dengan
dipandu oleh teori dan hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat
antara fenomena itu. Penelitian dapat pula disebut
sebagai upaya untuk mendeskripsikan, memahami, mengendalikan dan memprediksi
fenomena yang ada di sekitar manusia. Kegiatan penelitian senantiasa bersilang tindak dengan teori. Penelitian yang baik akan menguji teori (teori ilmu)
dan mengembangkan sebatas keleluasaan dan cakupan ilmu di lapangan (ranah
kajian ilmu).